MAKALAH
ULUMUL QUR’AN
“JADDALUL QUR’AN
Dosen
Pengampu :
Mahbub
Junaidi, M.Th.I
Di
susun oleh:
1)
Eka Francischatin Nadhifah
2)
Lery Tamara Devi
3)
Nur Kholifatun Nisa’
4)
Fatimah Waenuseng
Dosen Pengampu:
Mahbub Junaidi, M.Th.I
UNIVERSITAS ISLAM DARUL ULUM LAMONGAN
FAKULTAS AGAMA ISLAM
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
TAHUN 2014/2015
KATA PENGANTAR
Puji
syukur kami panjatkan ke hadirat Allah Yang MahaPengasih dan Maha Penyayang
yang telah melimpahkan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga terwujud makalah ULUMUL QUR’AN kami yang bertemakan
“Jaddalul Qur’an”. Terimah kasih kepada
Dosen Pengampu Bpk Mahbub Junaidi,
M.Th.I. Yang telah membimbing kami dalam proses pemahaman mata kuliah ini.
Makalah
ini kami susun berdasarkan untuk memenuhi tugas perkuliahan Ulumul Quran .
Semoga Allah Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang selalu memberikan petunjuk
kepada kita dalam pembuatan generasi yang berakhlakul karimah, cinta bangsa dan
Negara Kesatuan Republik Indonesia. Amiin.
Lamongan,
Oktober 2015
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Kitab
suci Al-qur'an merupakan kitab Suci yang berisi kebenaran yang jelas dan
terperinci yang menjangkau segala aspek kahidupan, hal ini terlihat dengan
jelas ketika masa kejayaan Islam yang dibangun berlandaskan Al- qur'an. Namun
banyak manusia yang mengingkari keabsahannya sehingga hatinya dipenuhi
kesombongan dan menyatakan diri tidak mengimaninya. Al-Qur'an tidak berisi
kalimat-kalimat verbal yang sunyi arti, tapi lebih merupakan untaian kalimat
petunjuk dan hidayah untuk seluruh ummat manusia dan terbukti telah menyatukan
berbagai macam keragaman, oleh sebab itu, masuk akal jika terdapat banyak
sekali proses-proses para penafsir al- Qur'an dari zarnan ke zaman dalam upaya
mengungkap ma'na-ma.na dan system yang terkandung dalam al-qur'an yang
merupakan Mujizat terbesar Akhir zaman.
Selain itu hakikat-hakikat yang
sudah jelas nampak dan nyata telah dapat disentuh manusia, dibeberkan oleh
bukti-bukti alam dan tidak memerlukan lagi argumentasi lain untuk menetapkannya
dalil atas kebenarannya. Namun demikian, kesombongan seringkali mendorong
seseorang untuk membangkitkan keraguan dan mengacaukan hakikat-hakikat tersebut
dengan berbagai kerancuan yang dibungkus baju kebenaran serta dihiasinya dalam
cerminan akal.[1]
Usaha yang demikian, perlu dihadapi dengan hujjah agar hakikat-hakikat
tersebut mendapat pengakuan yang semestinya, dipercayai atau malah diingkari.
B.
Rumusan Masalah
a. Apa
pengertian dari jadal Qur’an itu
sendiri?
b. Apakah
Tujuan dari Jadal Qur’an itu?
c. Metode
Apakah yang di Gunakan seperti dalam jadal
Qur’an?
d. Bagaimana
al-Qur’an dalam Berdebat?
C.
Tujuan
a. Untuk
mengetahui pengertian dari jadal Quran.
b. Agar
Manusia Mengetahui Tujuan dari jadal
Qur’an
c. Agar
umat manusia dapat mengetahui dan memahami kebenaran yang dituangkan dalam al-Quran
dengan metode-metode yang sudah ada.
d. Untuk
diketahui dan dipahami oleh umat manusia mengenai gambaran-gambaran dalam
al-Qur’an.
BAB II
PEMBAHASAN
1. Defenisi jadal al qur’an
1. Jadal
Kata “jadal” atau “jidal” menunjuk pada pengertian
perdebatan atau diskusi, sehingga jadal berarti saling tukar pikiran atau
pendapat dengan jalan masing-masing berusaha berargumen dalam rangka untuk
memenangkan pikiran atau pendapatnya dalam suatu perebatan yang sengit. Asal
kata jadal ini adalah “jadaltu al habla” artinya aku mengokohkan pintalannya,
seakan-akan kedua belah pihak yang berdebat itu mengadakan permintalan otaknya.[2]
Jaddal berasal
dari bahasa arab. Dalam pemakaian Bahasa Indonesia sering diartikan dengan
‘debat’. Dalam hal ini semua pengertiannya dengan “jidal” juga dari bahasa arab. Dari pengertian lughawi ini para
ulama mengambil pengertian istilah sesuai dengan bidang masing-masing. Kaum
teolog, misalnya mendefinisikan dengan; “Argumentasi
yang dikemukakan oleh seorang teolog untuk memperkuat pendapatnya dengan hujjah
yang mematahkan pendapat yang menantangnya sesuai dengan cara yang berlaku
dikalangan ahli kalam.
Jika diamati
dengan seksama, kita dapat berkata bahwa yang dimaksud dengan jaddal quran
adalah: pola atau cara yang digunakan
Al-Quran dalam ayat-ayatnya untuk membuktikan kebenarannya dan sekaligus
memtahkan pendapat yang menantangnya dengan maksud menyerunya kejalan yang
benar.[3]
Allah menyataakan dalam al-Qur’an bahwa Jadal
atau berdebat merupakan salah satu tabiat manusia,seperti dalam S.al-Kahfi:54 yang
artinya sebagai berikut:
“Dan manusia adalah kahluk yamh paling banyak
berdebatnya”(S. al-Kahfi; 54)
Dengan arti bahwa sesungguhnya manusia adalah makhluk yang
suka bersaing, berdebat dan selalu mempertahankan pendapat dan fikirannya
masing-masing. Rasulallah juga sebagai pengenban amanat ilahi diperintahkan
agar berdebat dengan kaum musyrik dengan cara yang baik yang dapat meredakan
keberingasan mereka. Firman-Nya:
“Serulah manusia kepada jalan tuhanmu dengan hikmah dan
pelajaran yang baik dan debatlah mereka dengan cara yang paling baik”(al-Nahl;
125)
Dalam ayat lain Allah memerintahkan agar Rasulnya tidak
menuruti perdebatan mereka, malah beliau mestilah menutup pintu perdebatan itu
dengan cara yang paling ringkas dengan mengatakan: Allah amat mengetahui apa
yang kamu lakukan.[4]Firman
Allah:
“Dan jika mereka membantah
(mendebat) kamu, maka katakanlah Allah lebih mengetahui apa
yang kamu kerjakan.” (al-Hajj: 22: 68 )
Disamping itu Allah juga memperbolehkan ber-munazarah (berdiskusi)
dengan ahli kitab dengan cara yang baik.[5]Firmannya:
“Dan janganlah kamu berdebat dengan
ahli kitab, melainkan dengan cara yang paling baik” (al-Ankabut; 46)
Sebagai suatu
istilah, Jadal adalah saling bertukar pikiran atau pendapat dengan jalan
masing-masing berusaha berargumen dalam rangka untuk memenangkan pikiran atau
pendapatnya dalam suatu perdebaan yang sengit.[6]
Berbagai batasan pengertian tentang Jadal dirumuskan para ulama namun pada
dasarnya mengacu pada perdebatan serta usaha menunjukkan kebenaran atau membela
kebenaran yang ditujunya dengan berbagai macam argumentasi. Dari
definisi-definisi yang ada bila hendak dibuatkan rambu-rambu, maka itu antara
lain adalah (1) Hendaknya dengan jalan yang dapat diterima atau terpuji, (2)
Diniati untuk mendapat dalil argumen yang lebih kuat, (3) Untuk menunjukkan
aliranan/ mazhab serta kebenarannya.
b. Al qur’an
Alqur’an adalah kalam Allah SWT yang merupakan mukjizat yang
diturunkan kepada nabi muhammad SAW dan diriwayatkan secara mutawattir serta
merupakan ibadah membacanya.
Dengan demikian jadal alqur’an adalah pembuktian-pembuktian
serta pengungkapan dalil-dalil yang terkandung di dalamnya, untuk dihadapkan
pada orang kafir dan mematahkan argumentasi para penentang dengan seluruh
tujuan dan maksud mereka, sehingga kebenaran ajaran-Nya dapat diterima dan
melekat di hati manusia.
2. Tujuan
Jadal Qur’an
Jadal al-Qur'an
memiliki berbagai tujuan, yang dapat ditangkap dari ayat-ayat al-Qur'anyang
mengandung atau yang bemuansa Jadal, di antararrya adalah :
a) Sebagai
jawaban atau untuk mengungkapkan kehendak Allah dalam rangka penetapan dan
pembenaran aqidah dan qaidah syari'ah dari persoalan-persoalan yang dibawa dan
dihadapi para Rasul, Nabi dan orang-orang shaleh. Sekaligus sebagai bukti-bukti
dan dalil-dalil yang dapat mematahkan dakwaan dan pertanyaan-pertanyaan yang
muncul di kalangan umat manusi4 sehingga menjadi jelas jalan dan petunjuk ke
arah yang benar. Jadal dengan tujuan seperti ini dapat dicermati contohnya
mengenai dialog Nabi Musa a.s. dengan Fir'aun (Q.,s. al- Syu'ara'/26: 10-51).
b) Sebagai
layanan dialog bagi kalangan yang memang benar-benar ingin tahu, ingin mengkaji
sesuatu persoalan secara nalar yang rasional , atau melalui ibarat maupun
melalui do'a. Dari dialog-dialog tersebut, kemudian hasilnya dapat dijadikan
pegangan, nasehat dan semacamnya. Untuk tujuan seperti ini dapat dijadikan
contohnya adalah penjelasan Allah SWT. atas persoalan kegelisahan Nabin Ibrahim
a.s. yang ingin menambah keyakinannya dan ketenangannya dengan mengetahui bagaimana
Allah menghidupkan makhluk-Nya yang telah mati (Q.,S. al Baqarah/2 :260, juga
dapat dilihat pada ayat 30 surat yang sama sebagai contoh lainnya.
c) Untuk
menangkis dan melemahkan argumentasi-argumentasi orang kafir yang sering
mengajukan pertanyaan atau permasalahan dengan jalan menyembunyikan kebenaran
yang memang disinyalir dalam al-Qur'an Wajaadiluu bi al Baathil liyudhiduu
bihi al haq (Q.,S al Mukmin/40 : 5). Sebagai contoh Jadal dengan tujuan
seperti ini bisa dilihat dalam Q.,s. al Mukminun/23 : 81-83 dan Q.,s. Qaafl50 :
12-15 serta Q.,s. Yaasiin/36 : 78-79.[7]
3. Metode al qur’an dalam berdebat
Sebelum menjelaskan metode al qur’an dalam berdebat, akan
dijelaskan terlebih dahulu cara yang disuruh oleh Rasulullah dalam berdebat
Dengan demikian jelaslah bahwa Allah membolehkan (menyuruh)
mendebat orang musyrik dan ahli kitab dengan cara yang baik, yang dapat
melemahkan pikiran dan sikap mereka yang kasar itu.
Sedangkan metode-metode al qur’an dalam berdebat adalah:[8]
a. Al ta’rifat
Allah SWT secara langsung memperkenalkan diri-Nya dan
ciptaan-Nya sebagai pembuktian akan wujud dan kemahakuasaan-Nya. Karena Allah
tidak terjangkau oleh indera manusia, maka dengan mengungkapkan hal-hal yang
bisa ditangkap indera manusia, manusia akan mampu memahami wujud dan kekuasaan
Allah.
b. Al istifham al taqriri
Dalam bentuk ini Allah mengajukan pertanyaan langsung dengan
penetapan jawaban atasnya. Pertanyaan tentang hal yang sudah nyata diangkat
lagi lalu disertai dengan jawaban yang merupakan penetapan atas kebenaran yang
sudah pasti.
Prosedur ini dipandang oleh para ahli ulum al qur’an sebagai
cara yang ampuh sekali. Sebab dapat membatalkan argumen atau jidal para
pembantah.
c. Al tajzi’at
Dengan prosedur ini Allah mengungkapkan bagian-bagian dari
suatu totalitas secara kronlogis yang sekaligus menjadi argumentasi dialektis
untuk melemahkan lawan danmenetapkan suatu kebenaran. Masing-masing dapat
berdiri sendiri untuk sebagai bukti untuk membuktikan kebenaran yang
dimaksudkan. Prosedur jadal seperti ini nampak dalam perkataan Allah:
d. Qiyas al khalaf
Dalam bahasa indonesia ini disebut dengan analogi terbalik.
Dengan prosedur ini kebenaran ditetapkan dengan membatalkan pendapat lawan yang
berkebalikan atau berlawanan.
e. Al tamsil
Allah mengungkapakan perumpamaan bagi suatu hal. Dengan
perumpamaan itu dimaksudkan agar suatu kebenaran dapat dipahami secara lebih
tepat dan lebih mudah, lalu lebih melekat di sanubari lawan.
Seperti firman Allah dalm surat Al-baqarah ayat 259.
f. Al muqabalat
Al muqabalat adalah mempertentangkan dua hal yang salah
satunya memiliki efek yang jauh lebih besar dibanding dengan yang lainnya.
Seperti mempertentangkan antara Allah SWT dengan berhala yang disembah oleh
orang-orang kafir.
Mana’ul Quthan dalam bukunya mabaahist fi ulum al qur’an
menjelaskan bahwa metode atau cara-cara yang digunakan al qur’an dalam berdebat
adalah:
a)
Allah menyebutkan ayat-ayat kauniyah agar dijadikan dalil
bagi sendi-sendi akidah. Seperti firman Allah dalam surat Al-baqarah:21-22
b)
Menantang para
penentang dengan cara:
1)
Menetapkan pembicaraan dengan jalan istifham
2)
Mengemukakan dalil-dalil bahwa Allah adalah tempat kembali
3)
Membatalkan tuduhan lawan dalam bersengketa dan tetap
melawannya.
4)
Sabru dan taqsim, yaitu mempersempit sifat-sifat,
membatalkan, dan menjadikan yang satu sebab bagi yang lain. Sepaerti firman
Allah dalam surat Al-an’am:143-144
5)
Mengalahkan lawan dengan cara menjelaskan bahwa tuduhan yang
diajukannya itu tidak seorangpun yang mengetahuinya.
Sedangkan menurut imam As-Suyuthi, metode al quran dalam
mendebat adalah mengikuti kebiasaan orang Arab, bukan mengikuti ahli filsafat.[9]
4. Cara Al-Qur’an dalam Berdebat
Al-Quran
sebagaimana diketahui bukan buku logika atau mantiq yang menguraikan cara-cara
berdebat; dan bukan pula buku ilmiyah yang memuat buku teori ilmu pengetahuan.
Al-Quran ialah kitab hidayah yang penuh oleh petunjuk langsung dari pencipta
manusia dan alam semesta, yakni Allah SWT. Petunjuk atau tuntunan yang di berikan
Al-Quran itu bersifat abadi dan universal. Artinya, petunjuk tersebut berlaku sepanjang masa bagi semua umat manusia, generasi demi generasi secara
berkesinambungan sejak mula diturunkan Allah sampai hari kiamat. Jadi,
dimanapun mereka berada, baik di barat, maupun di timur, di utara, ataupun di
selatan, semuanya berhak menjadikan Al-Quran sebagai pedoman hidup mereka.[10]
Berdasarkan kenyataan itu, maka tak ada yang berhak mengklaim secara
individual, maupun berkelompok bahwa dia atau golongannya saja yang boleh
mengambil petunjuk dari Al-Quran sementara yang lain tidak boleh.
Mengingat
kondisi yang demikian, maka dalam mengajak umat kepada kebenaran, Al-Quran
menggunakan berbagai pola kalimat dan susunan redaksi yang bervariasi seperti majas, kinayat, tasybih, matsal, dan
lain-lain. Kemudian untuk membuktikan kebenarannya serta mematahkan argument
orang yang menantangnya, Al-Quran menggunakan apa yang disebut jadal seperti telah dikemukakan di atas.
Namun cara Al-Quran dalam menerapkan jadal
tersebut berbeda sama sekali dari yang dilakukan oleh kaum teolog. Kalau mereka ini dalam berdebat memakai premis-premis (mayor dan minor),
misalnya, kemudian di ambil kesimpulan, maka dalam Al-Quran cara serupa itu tak
dijumpai.
Untuk lebih
jelasnya perhatikan contoh berikut yang ada dalam S: Al-Isra’: 12.
“(Dan kami jadikan malam dan siang sebagai dua
bukti (kekasaan dan Kebesaran Allah) lalu kami hapuskan tanda malam dan kami
jadikan tanda siang itu terang agar kamu gunakan untuk mencari karunia dari
Tuhan-Mu, dan supaya kamu mengetahui bilangan tahun-tahun perhitungan)”
Tanpa berfikir
panjang tampak dengan jelas bahwa makna ayat diatas memberikan argument yang
tegas kepada umat manusia tentang eksistensi Allah, keesaan dan
kemahakuasaan-Nya sekaligus dengan mengemukakan bukti yang konkret berupa
penciptaan alam semesta seperti langit dan bumi, penurunan air dari langit,
pergantian siang dan malam dsb. Semua itu merupakan bukti yang tak terbantah
ataskeberadaan Allah, keesaan dan kekuasaan-Nya. [11]
Dari gaya berdebat
yang diterapakan oleh Al-Quran, kita memperoleh gambaran bahwa dalam mengemukakan suatu pernyataan,
Al-Quran selalu mengemukakan bukti yang kuat sehingga sulit sekali untuk
dibantah oleh siapa pun, dan dapat dipahami oleh semua lapisan masyarakat dari
generasi ke generasi berikutnya.
Jelasalah bahwa
cara yang ditempuh Al-Quran dalam berdebat sangat simple, praktis, mudah di
pahami oleh semua lapisan masyarakat dan
didukung oleh bukti-bukti yang
representative serta dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiyah. Dan
ketahuilah, bahwa terkadang Nampak dari ayat-ayat Quran melalui kelembutan
pemikiran, penggalian dan penggunaan bukti-bukti rasional menurut metode ilmu
kalam Diantaranya ialah pembuktian tentang pencipta alam ini hanya satu,
berdasarkan induksi yang diisyaratkan dalam firman-Nya.
“Sekiranya ada di langit dan di bumi tuhan-tuhan
selain Allah, tentulah keduanya itu telah hancur binasa”. [12]
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dapat di ambil kesimpulan dari beberapa
poin diatas diantaranya sebagai berikut:
Kita dapat berkata bahwa yang dimaksud
dengan jaddal quran adalah: bertukar pikiran dengan cara bersaing dan
berlomaba-lomaba untuk mengalahkan lawan. Mengingat kedua belah pihak yang
berdebat itu mengokohkan pendapatnya masing-masing dan berusaha menjatuhkan
lawan dari pendirian yang dipegangnya. Allah telah menyatakan dalam Al-Quran
bahwa jadal atau berdebat merupakan
salah satu tabiat manusia,
Tujuan dari Jadal al-Qur'an antara lain
untuk menetapkan aqidah tentang wujud dan wahdaniyah Allah serta petunjuk dan
syari'ah bagi yang membutuhkan. Menjelaskan permasalahan secara argumantatif
bagi kalangan yang memang sungguh-sungguh ingin mendapat kejelasan. serta untuk
mematahkan pembangkangan para penentang dengan pembuktian yang lebih kuat dan
akurat, dengan berbagai tehnis pendekatan seperti : al Ta’rifat, al Istifham
al Taqriri, al Tajzi'at, Qiyas al Khatf, at tamsil dan al Muqabalat.
metode-metode
al qur’an dalam berdebat yang disuruh oleh Rasulullah adalah:
Ø Al ta’rifat
Ø Al istifham al taqriri
Ø Al tajzi’at
Ø Qiyas al khalaf
Ø Al tamsil
Ø Al muqabalat
Mana’ul
Quthan dalam bukunya mabaahist fi ulum al qur’an menjelaskan bahwa
metode atau cara-cara yang digunakan al qur’an dalam berdebat adalah:
a)
Allah menyebutkan ayat-ayat kauniyah agar dijadikan dalil bagi sendi-sendi
akidah. Seperti firman Allah dalam surat Al-baqarah:21-22
b)
Menantang para penentang
Sedangkan menurut imam As-Suyuthi,
metode al quran dalam mendebat adalah mengikuti kebiasaan orang Arab, bukan
mengikuti ahli filsafat
Al-Quran
sebagaimana diketahui bukan buku logika atau mantiq yang menguraikan cara-cara
berdebat; melainkan menggunakan apa yang disebut dengan jadal yang gunanya untuk membuktikan kebenarannya serta mematahkan
argument orang-orang yang menantangnya. Dengan demikian, maka kita menemukan
bahwa cara yang digunakan oleh Al-Quran dalam jadal senantiasa sejalan dengan fitrah manusia sehingga
pembicaraannya selalu cocok dengan kondisi mereka.
B. Saran
Kami menyadari
sepenuhnya bahwa makalah ini masih belum sempurna dan untuk menjadi sempurna
kami sangat membutuhkan masukan dari pembaca atau pihak lain. Untuk itu kami
mengharapkan kepada pembaca untuk memberikan berbagai masukan dan kritik demi
perbaikan dan kesempurnaan makalah ini.
Daftar Pustaka
Quthan Mana’ul:pembahasan ilmu al qur’an(Jakarta:Rineka
Cipta,1995)
Prof. Dr. Nashruddin B.(2011). Wawasan Baru ILMU TAFSIR.
Yogyakarta : Pustaka Pelajar
Manna’ Khalil al-Qattan(trjmah; Drs, Mudzakir AS), Studi
Ilmu-ilmu a-Qur’an, Litera Antar Nusa, Halim Jaya, Jakarta, 2002.
Zahir 'Awad al-Alamaiy Manahij al-Jadal fi
al-qur'an al-Karim, (t.tp.,t.th.)
Manna' Khalil al-Qaththln, Mabahits fi ulum
al-Qur'an (Beirut Mansyurat al-Ashr, t977)
As-suyuthi,apa itu al qur’an(jakarta:gema
insani press,1996)
Prof. Dr. Nashruddin B.(2011). Wawasan Baru ILMU
TAFSIR.Yogyakarta: Pustaka Pelajar
[1]
Mana’ul quthan:pembahasan ilmu al qur’an(Jakarta:Rineka
Cipta,1995)hal.132
[2]
Ibid hl.132
[3] Prof. Dr. Nashruddin B.(2011).
Wawasan Baru ILMU TAFSIR.Yogyakarta: Pustaka Pelajar
[5]
Manna’ Khalil al-Qattan(trjmah; Drs, Mudzakir AS), Studi
Ilmu-ilmu a-Qur’an, Litera Antar Nusa, Halim Jaya, Jakarta, 2002.
hal 426
[6]
Lihat, Zahir 'Awad al-Alamaiy Manahij al-Jadal fi al-qur'an al-Karim,
(t.tp.,t.th.), h. 20; Juga Manna' Khalil al-Qaththln, Mabahits fi ulum
al-Qur'an (Beirut Mansyurat al-Ashr, t977)h.29
[7]
al-Alamaiy Manahij al-Jadal fi al-qur'an al-Karim, h. 69-85
[8]
Al-ulama.net
[9]
As-suyuthi,apa itu al qur’an(jakarta:gema insani
press,1996)hal.139
[10]
Prof. Dr. Nashruddin B.(2011).
Wawasan Baru ILMU TAFSIR.Yogyakarta: Pustaka Pelajar
[11]
Prof. Dr. Nashruddin B.(2011).
Wawasan Baru ILMU TAFSIR.Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Tidak ada komentar:
Posting Komentar