Jumat, 23 Oktober 2015

MAKALAH 'ULUMUL QUR'AN "JADDAL AL-QU'AN


MAKALAH
ULUMUL QUR’AN
“JADDALUL QUR’AN

 Dosen Pengampu :


Mahbub Junaidi, M.Th.I


Di susun oleh:

1)    Eka Francischatin Nadhifah
2)    Lery Tamara Devi
3)    Nur Kholifatun Nisa’
4)    Fatimah Waenuseng


Dosen Pengampu:
Mahbub Junaidi, M.Th.I

UNIVERSITAS ISLAM DARUL ULUM LAMONGAN
FAKULTAS AGAMA ISLAM
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
TAHUN 2014/2015 



KATA PENGANTAR



Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah Yang MahaPengasih dan Maha Penyayang yang telah melimpahkan rahmat dan  hidayah-Nya sehingga terwujud makalah ULUMUL QUR’AN kami yang bertemakan “Jaddalul Qur’an”.  Terimah kasih kepada Dosen Pengampu Bpk Mahbub Junaidi, M.Th.I. Yang telah membimbing kami dalam proses pemahaman mata kuliah ini.

Makalah ini kami susun berdasarkan untuk memenuhi tugas perkuliahan Ulumul Quran . Semoga Allah Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang selalu memberikan petunjuk kepada kita dalam pembuatan generasi yang berakhlakul karimah, cinta bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Amiin.






Lamongan, Oktober 2015

Penulis            
 









  BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kitab suci Al-qur'an merupakan kitab Suci yang berisi kebenaran yang jelas dan terperinci yang menjangkau segala aspek kahidupan, hal ini terlihat dengan jelas ketika masa kejayaan Islam yang dibangun berlandaskan Al- qur'an. Namun banyak manusia yang mengingkari keabsahannya sehingga hatinya dipenuhi kesombongan dan menyatakan diri tidak mengimaninya. Al-Qur'an tidak berisi kalimat-kalimat verbal yang sunyi arti, tapi lebih merupakan untaian kalimat petunjuk dan hidayah untuk seluruh ummat manusia dan terbukti telah menyatukan berbagai macam keragaman, oleh sebab itu, masuk akal jika terdapat banyak sekali proses-proses para penafsir al- Qur'an dari zarnan ke zaman dalam upaya mengungkap ma'na-ma.na dan system yang terkandung dalam al-qur'an yang merupakan Mujizat terbesar Akhir zaman.
Selain itu hakikat-hakikat yang sudah jelas nampak dan nyata telah dapat disentuh manusia, dibeberkan oleh bukti-bukti alam dan tidak memerlukan lagi argumentasi lain untuk menetapkannya dalil atas kebenarannya. Namun demikian, kesombongan seringkali mendorong seseorang untuk membangkitkan keraguan dan mengacaukan hakikat-hakikat tersebut dengan berbagai kerancuan yang dibungkus baju kebenaran serta dihiasinya dalam cerminan akal.[1] Usaha yang demikian, perlu dihadapi dengan hujjah agar hakikat-hakikat tersebut mendapat pengakuan yang semestinya, dipercayai atau malah diingkari.






B. Rumusan Masalah
a.       Apa pengertian dari jadal Qur’an itu sendiri?
b.      Apakah Tujuan dari Jadal Qur’an itu?
c.       Metode Apakah yang di Gunakan seperti dalam jadal Qur’an?
d.      Bagaimana al-Qur’an dalam Berdebat?
C. Tujuan
a.       Untuk mengetahui pengertian dari jadal Quran.
b.      Agar Manusia Mengetahui Tujuan dari jadal Qur’an
c.       Agar umat manusia dapat mengetahui dan memahami kebenaran yang dituangkan dalam al-Quran dengan metode-metode yang sudah ada.
d.      Untuk diketahui dan dipahami oleh umat manusia mengenai gambaran-gambaran dalam al-Qur’an.











BAB II
PEMBAHASAN

1. Defenisi jadal al qur’an
1. Jadal
Kata “jadal” atau “jidal” menunjuk pada pengertian perdebatan atau diskusi, sehingga jadal berarti saling tukar pikiran atau pendapat dengan jalan masing-masing berusaha berargumen dalam rangka untuk memenangkan pikiran atau pendapatnya dalam suatu perebatan yang sengit. Asal kata jadal ini adalah “jadaltu al habla” artinya aku mengokohkan pintalannya, seakan-akan kedua belah pihak yang berdebat itu mengadakan permintalan otaknya.[2]
Jaddal berasal dari bahasa arab. Dalam pemakaian Bahasa Indonesia sering diartikan dengan ‘debat’. Dalam hal ini semua pengertiannya dengan “jidal” juga dari bahasa arab. Dari pengertian lughawi ini para ulama mengambil pengertian istilah sesuai dengan bidang masing-masing. Kaum teolog, misalnya mendefinisikan dengan; “Argumentasi yang dikemukakan oleh seorang teolog untuk memperkuat pendapatnya dengan hujjah yang mematahkan pendapat yang menantangnya sesuai dengan cara yang berlaku dikalangan ahli kalam.
Jika diamati dengan seksama, kita dapat berkata bahwa yang dimaksud dengan jaddal quran adalah: pola atau cara yang digunakan Al-Quran dalam ayat-ayatnya untuk membuktikan kebenarannya dan sekaligus memtahkan pendapat yang menantangnya dengan maksud menyerunya kejalan yang benar.[3]
Allah menyataakan dalam al-Qur’an bahwa Jadal atau berdebat merupakan salah satu tabiat manusia,seperti dalam S.al-Kahfi:54 yang artinya sebagai berikut:
Dan manusia adalah kahluk yamh paling banyak berdebatnya”(S. al-Kahfi; 54)
Dengan arti bahwa sesungguhnya manusia adalah makhluk yang suka bersaing, berdebat dan selalu mempertahankan pendapat dan fikirannya masing-masing. Rasulallah juga sebagai pengenban amanat ilahi diperintahkan agar berdebat dengan kaum musyrik dengan cara yang baik yang dapat meredakan keberingasan mereka. Firman-Nya:
Serulah manusia kepada jalan tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan debatlah mereka dengan cara yang paling baik”(al-Nahl; 125)
Dalam ayat lain Allah memerintahkan agar Rasulnya tidak menuruti perdebatan mereka, malah beliau mestilah menutup pintu perdebatan itu dengan cara yang paling ringkas dengan mengatakan: Allah amat mengetahui apa yang kamu lakukan.[4]Firman Allah:
“Dan jika mereka membantah (mendebat) kamu, maka  katakanlah   Allah lebih mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (al-Hajj: 22: 68 )
Disamping itu Allah juga memperbolehkan ber-munazarah (berdiskusi) dengan ahli kitab dengan cara yang baik.[5]Firmannya:
“Dan janganlah kamu berdebat dengan ahli kitab, melainkan dengan cara yang paling baik” (al-Ankabut; 46)
Sebagai suatu istilah, Jadal adalah saling bertukar pikiran atau pendapat dengan jalan masing-masing berusaha berargumen dalam rangka untuk memenangkan pikiran atau pendapatnya dalam suatu perdebaan yang sengit.[6] Berbagai batasan pengertian tentang Jadal dirumuskan para ulama namun pada dasarnya mengacu pada perdebatan serta usaha menunjukkan kebenaran atau membela kebenaran yang ditujunya dengan berbagai macam argumentasi. Dari definisi-definisi yang ada bila hendak dibuatkan rambu-rambu, maka itu antara lain adalah (1) Hendaknya dengan jalan yang dapat diterima atau terpuji, (2) Diniati untuk mendapat dalil argumen yang lebih kuat, (3) Untuk menunjukkan aliranan/ mazhab serta kebenarannya.
b. Al qur’an
Alqur’an adalah kalam Allah SWT yang merupakan mukjizat yang diturunkan kepada nabi muhammad SAW dan diriwayatkan secara mutawattir serta merupakan ibadah membacanya.
Dengan demikian jadal alqur’an adalah pembuktian-pembuktian serta pengungkapan dalil-dalil yang terkandung di dalamnya, untuk dihadapkan pada orang kafir dan mematahkan argumentasi para penentang dengan seluruh tujuan dan maksud mereka, sehingga kebenaran ajaran-Nya dapat diterima dan melekat di hati manusia.
2. Tujuan Jadal Qur’an
Jadal al-Qur'an memiliki berbagai tujuan, yang dapat ditangkap dari ayat-ayat al-Qur'anyang mengandung atau yang bemuansa Jadal, di antararrya adalah :
a)      Sebagai jawaban atau untuk mengungkapkan kehendak Allah dalam rangka penetapan dan pembenaran aqidah dan qaidah syari'ah dari persoalan-persoalan yang dibawa dan dihadapi para Rasul, Nabi dan orang-orang shaleh. Sekaligus sebagai bukti-bukti dan dalil-dalil yang dapat mematahkan dakwaan dan pertanyaan-pertanyaan yang muncul di kalangan umat manusi4 sehingga menjadi jelas jalan dan petunjuk ke arah yang benar. Jadal dengan tujuan seperti ini dapat dicermati contohnya mengenai dialog Nabi Musa a.s. dengan Fir'aun (Q.,s. al- Syu'ara'/26: 10-51).
b)      Sebagai layanan dialog bagi kalangan yang memang benar-benar ingin tahu, ingin mengkaji sesuatu persoalan secara nalar yang rasional , atau melalui ibarat maupun melalui do'a. Dari dialog-dialog tersebut, kemudian hasilnya dapat dijadikan pegangan, nasehat dan semacamnya. Untuk tujuan seperti ini dapat dijadikan contohnya adalah penjelasan Allah SWT. atas persoalan kegelisahan Nabin Ibrahim a.s. yang ingin menambah keyakinannya dan ketenangannya dengan mengetahui bagaimana Allah menghidupkan makhluk-Nya yang telah mati (Q.,S. al Baqarah/2 :260, juga dapat dilihat pada ayat 30 surat yang sama sebagai contoh lainnya.
c)      Untuk menangkis dan melemahkan argumentasi-argumentasi orang kafir yang sering mengajukan pertanyaan atau permasalahan dengan jalan menyembunyikan kebenaran yang memang disinyalir dalam al-Qur'an Wajaadiluu bi al Baathil liyudhiduu bihi al haq (Q.,S al Mukmin/40 : 5). Sebagai contoh Jadal dengan tujuan seperti ini bisa dilihat dalam Q.,s. al Mukminun/23 : 81-83 dan Q.,s. Qaafl50 : 12-15 serta Q.,s. Yaasiin/36 : 78-79.[7]
3. Metode al qur’an dalam berdebat
Sebelum menjelaskan metode al qur’an dalam berdebat, akan dijelaskan terlebih dahulu cara yang disuruh oleh Rasulullah dalam berdebat
Dengan demikian jelaslah bahwa Allah membolehkan (menyuruh) mendebat orang musyrik dan ahli kitab dengan cara yang baik, yang dapat melemahkan pikiran dan sikap mereka yang kasar itu.
Sedangkan metode-metode al qur’an dalam berdebat adalah:[8]
a. Al ta’rifat
Allah SWT secara langsung memperkenalkan diri-Nya dan ciptaan-Nya sebagai pembuktian akan wujud dan kemahakuasaan-Nya. Karena Allah tidak terjangkau oleh indera manusia, maka dengan mengungkapkan hal-hal yang bisa ditangkap indera manusia, manusia akan mampu memahami wujud dan kekuasaan Allah.
b. Al istifham al taqriri
Dalam bentuk ini Allah mengajukan pertanyaan langsung dengan penetapan jawaban atasnya. Pertanyaan tentang hal yang sudah nyata diangkat lagi lalu disertai dengan jawaban yang merupakan penetapan atas kebenaran yang sudah pasti.
Prosedur ini dipandang oleh para ahli ulum al qur’an sebagai cara yang ampuh sekali. Sebab dapat membatalkan argumen atau jidal para pembantah.
c. Al tajzi’at
Dengan prosedur ini Allah mengungkapkan bagian-bagian dari suatu totalitas secara kronlogis yang sekaligus menjadi argumentasi dialektis untuk melemahkan lawan danmenetapkan suatu kebenaran. Masing-masing dapat berdiri sendiri untuk sebagai bukti untuk membuktikan kebenaran yang dimaksudkan. Prosedur jadal seperti ini nampak dalam perkataan Allah:
d. Qiyas al khalaf
Dalam bahasa indonesia ini disebut dengan analogi terbalik. Dengan prosedur ini kebenaran ditetapkan dengan membatalkan pendapat lawan yang berkebalikan atau berlawanan.
e. Al tamsil
Allah mengungkapakan perumpamaan bagi suatu hal. Dengan perumpamaan itu dimaksudkan agar suatu kebenaran dapat dipahami secara lebih tepat dan lebih mudah, lalu lebih melekat di sanubari lawan.
Seperti firman Allah dalm surat Al-baqarah ayat 259.
f. Al muqabalat
Al muqabalat adalah mempertentangkan dua hal yang salah satunya memiliki efek yang jauh lebih besar dibanding dengan yang lainnya. Seperti mempertentangkan antara Allah SWT dengan berhala yang disembah oleh orang-orang kafir.
Mana’ul Quthan dalam bukunya mabaahist fi ulum al qur’an menjelaskan bahwa metode atau cara-cara yang digunakan al qur’an dalam berdebat adalah:
a)      Allah menyebutkan ayat-ayat kauniyah agar dijadikan dalil bagi sendi-sendi akidah. Seperti firman Allah dalam surat Al-baqarah:21-22
b)       Menantang para penentang dengan cara:

1)      Menetapkan pembicaraan dengan jalan istifham
2)      Mengemukakan dalil-dalil bahwa Allah adalah tempat kembali
3)      Membatalkan tuduhan lawan dalam bersengketa dan tetap melawannya.
4)      Sabru dan taqsim, yaitu mempersempit sifat-sifat, membatalkan, dan menjadikan yang satu sebab bagi yang lain. Sepaerti firman Allah dalam surat Al-an’am:143-144
5)      Mengalahkan lawan dengan cara menjelaskan bahwa tuduhan yang diajukannya itu tidak seorangpun yang mengetahuinya.
Sedangkan menurut imam As-Suyuthi, metode al quran dalam mendebat adalah mengikuti kebiasaan orang Arab, bukan mengikuti ahli filsafat.[9]
4. Cara Al-Qur’an dalam Berdebat
Al-Quran sebagaimana diketahui bukan buku logika atau mantiq yang menguraikan cara-cara berdebat; dan bukan pula buku ilmiyah yang memuat buku teori ilmu pengetahuan. Al-Quran ialah kitab hidayah yang penuh oleh petunjuk langsung dari pencipta manusia dan alam semesta, yakni Allah SWT. Petunjuk atau tuntunan yang di berikan Al-Quran itu bersifat abadi dan universal. Artinya, petunjuk tersebut  berlaku sepanjang masa bagi semua  umat manusia, generasi demi generasi secara berkesinambungan sejak mula diturunkan Allah sampai hari kiamat. Jadi, dimanapun mereka berada, baik di barat, maupun di timur, di utara, ataupun di selatan, semuanya berhak menjadikan Al-Quran sebagai pedoman hidup mereka.[10] Berdasarkan kenyataan itu, maka tak ada yang berhak mengklaim secara individual, maupun berkelompok bahwa dia atau golongannya saja yang boleh mengambil petunjuk dari Al-Quran sementara yang lain tidak boleh.
Mengingat kondisi yang demikian, maka dalam mengajak umat kepada kebenaran, Al-Quran menggunakan berbagai pola kalimat dan susunan redaksi yang bervariasi seperti majas, kinayat, tasybih, matsal, dan lain-lain. Kemudian untuk membuktikan kebenarannya serta mematahkan argument orang yang menantangnya, Al-Quran menggunakan apa yang disebut jadal seperti telah dikemukakan di atas. Namun cara Al-Quran dalam menerapkan jadal tersebut berbeda sama sekali dari yang dilakukan oleh kaum teolog. Kalau mereka ini dalam berdebat   memakai premis-premis (mayor dan minor), misalnya, kemudian di ambil kesimpulan, maka dalam Al-Quran cara serupa itu tak dijumpai.
Untuk lebih jelasnya perhatikan contoh berikut yang ada dalam  S: Al-Isra’: 12.
“(Dan kami jadikan malam dan siang sebagai dua bukti (kekasaan dan Kebesaran Allah) lalu kami hapuskan tanda malam dan kami jadikan tanda siang itu terang agar kamu gunakan untuk mencari karunia dari Tuhan-Mu, dan supaya kamu mengetahui bilangan tahun-tahun perhitungan)”
Tanpa berfikir panjang tampak dengan jelas bahwa makna ayat diatas memberikan argument yang tegas kepada umat manusia tentang eksistensi Allah, keesaan dan kemahakuasaan-Nya sekaligus dengan mengemukakan bukti yang konkret berupa penciptaan alam semesta seperti langit dan bumi, penurunan air dari langit, pergantian siang dan malam dsb. Semua itu merupakan bukti yang tak terbantah ataskeberadaan Allah, keesaan dan kekuasaan-Nya. [11]
Dari gaya berdebat yang diterapakan oleh Al-Quran, kita memperoleh gambaran  bahwa dalam mengemukakan suatu pernyataan, Al-Quran selalu mengemukakan bukti yang kuat sehingga sulit sekali untuk dibantah oleh siapa pun, dan dapat dipahami oleh semua lapisan masyarakat dari generasi ke generasi berikutnya.
Jelasalah bahwa cara yang ditempuh Al-Quran dalam berdebat sangat simple, praktis, mudah di pahami oleh  semua lapisan masyarakat dan didukung oleh bukti-bukti  yang representative serta dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiyah. Dan ketahuilah, bahwa terkadang Nampak dari ayat-ayat Quran melalui kelembutan pemikiran, penggalian dan penggunaan bukti-bukti rasional menurut metode ilmu kalam Diantaranya ialah pembuktian tentang pencipta alam ini hanya satu, berdasarkan induksi yang diisyaratkan dalam firman-Nya.
“Sekiranya ada di langit dan di bumi tuhan-tuhan selain Allah, tentulah keduanya itu telah hancur binasa”. [12]
















BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dapat di ambil kesimpulan dari beberapa poin diatas diantaranya sebagai berikut:
Kita dapat berkata bahwa yang dimaksud dengan jaddal quran adalah: bertukar pikiran dengan cara bersaing dan berlomaba-lomaba untuk mengalahkan lawan. Mengingat kedua belah pihak yang berdebat itu mengokohkan pendapatnya masing-masing dan berusaha menjatuhkan lawan dari pendirian yang dipegangnya. Allah telah menyatakan dalam Al-Quran bahwa jadal atau berdebat merupakan salah satu tabiat manusia,
Tujuan dari Jadal al-Qur'an antara lain untuk menetapkan aqidah tentang wujud dan wahdaniyah Allah serta petunjuk dan syari'ah bagi yang membutuhkan. Menjelaskan permasalahan secara argumantatif bagi kalangan yang memang sungguh-sungguh ingin mendapat kejelasan. serta untuk mematahkan pembangkangan para penentang dengan pembuktian yang lebih kuat dan akurat, dengan berbagai tehnis pendekatan seperti : al Ta’rifat, al Istifham al Taqriri, al Tajzi'at, Qiyas al Khatf, at tamsil dan al Muqabalat.
metode-metode al qur’an dalam berdebat yang disuruh oleh Rasulullah adalah:
Ø  Al ta’rifat
Ø  Al istifham al taqriri
Ø  Al tajzi’at
Ø  Qiyas al khalaf
Ø  Al tamsil
Ø  Al muqabalat


Mana’ul Quthan dalam bukunya mabaahist fi ulum al qur’an menjelaskan bahwa metode atau cara-cara yang digunakan al qur’an dalam berdebat adalah:
a) Allah menyebutkan ayat-ayat kauniyah agar dijadikan dalil bagi sendi-sendi akidah. Seperti firman Allah dalam surat Al-baqarah:21-22
b) Menantang para penentang
Sedangkan menurut imam As-Suyuthi, metode al quran dalam mendebat adalah mengikuti kebiasaan orang Arab, bukan mengikuti ahli filsafat
Al-Quran sebagaimana diketahui bukan buku logika atau mantiq yang menguraikan cara-cara berdebat; melainkan menggunakan apa yang disebut dengan jadal yang gunanya untuk membuktikan kebenarannya serta mematahkan argument orang-orang yang menantangnya. Dengan demikian, maka kita menemukan bahwa cara yang digunakan oleh Al-Quran dalam jadal senantiasa sejalan dengan fitrah manusia sehingga pembicaraannya selalu cocok dengan kondisi mereka.

B. Saran
Kami menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih belum sempurna dan untuk menjadi sempurna kami sangat membutuhkan masukan dari pembaca atau pihak lain. Untuk itu kami mengharapkan kepada pembaca untuk memberikan berbagai masukan dan kritik demi perbaikan dan kesempurnaan makalah ini.
Daftar Pustaka

Quthan Mana’ul:pembahasan ilmu al qur’an(Jakarta:Rineka Cipta,1995)
Prof. Dr. Nashruddin B.(2011). Wawasan Baru ILMU TAFSIR. Yogyakarta : Pustaka Pelajar
Manna’ Khalil al-Qattan(trjmah; Drs, Mudzakir AS), Studi Ilmu-ilmu a-Qur’an, Litera Antar Nusa, Halim Jaya, Jakarta, 2002.
Zahir 'Awad al-Alamaiy Manahij al-Jadal fi al-qur'an al-Karim, (t.tp.,t.th.)
Manna' Khalil al-Qaththln, Mabahits fi ulum al-Qur'an (Beirut Mansyurat al-Ashr, t977)
As-suyuthi,apa itu al qur’an(jakarta:gema insani press,1996)
Prof. Dr. Nashruddin B.(2011). Wawasan Baru ILMU TAFSIR.Yogyakarta: Pustaka Pelajar


[1] Mana’ul quthan:pembahasan ilmu al qur’an(Jakarta:Rineka Cipta,1995)hal.132
[2] Ibid hl.132
[3] Prof. Dr. Nashruddin B.(2011). Wawasan Baru ILMU TAFSIR.Yogyakarta: Pustaka Pelajar
[5] Manna’ Khalil al-Qattan(trjmah; Drs, Mudzakir AS), Studi Ilmu-ilmu a-Qur’an, Litera Antar Nusa, Halim Jaya, Jakarta, 2002. hal 426
[6] Lihat, Zahir 'Awad al-Alamaiy Manahij al-Jadal fi al-qur'an al-Karim, (t.tp.,t.th.), h. 20; Juga Manna' Khalil al-Qaththln, Mabahits fi ulum al-Qur'an (Beirut Mansyurat al-Ashr, t977)h.29
[7] al-Alamaiy Manahij al-Jadal fi al-qur'an al-Karim, h. 69-85
[8] Al-ulama.net
[9] As-suyuthi,apa itu al qur’an(jakarta:gema insani press,1996)hal.139
[10] Prof. Dr. Nashruddin B.(2011). Wawasan Baru ILMU TAFSIR.Yogyakarta: Pustaka Pelajar
[11] Prof. Dr. Nashruddin B.(2011). Wawasan Baru ILMU TAFSIR.Yogyakarta: Pustaka Pelajar

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar